DASAR-DASAR FOTOGRAFI
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3PVbdw2xvswcgA09wqYFYoB4_7d14pKDlnbcL-xQwh6rsSpu2d0221tXbtHM-RLbKxjRtszgBbOMXWxizbHofi6lPOULT_1tmHug-0l0IkIhOk_Apk4uczSaUMlRvuuiBZzsPnh14H8eH/s72-c/DASAR.jpg
1. Antara Mata Manusia Dan Mata Kamera
Secara sekilas
melakukan potret-memotret adalah perkara yang mudah.Beberapa tipe produk kamera saku di era
tahun 80-an dan 90-an memang disediakan
untuk kalangan amatir/pemula sehingga fasilitas di dalam kamera tersebut hampir
segalanya serba otomatis, mulai dari pengukuran pencahayaan, penghitungan
kecepatan pencahayaannya, dan bukaan diafragma, sampai pada
loading/penggulungan film setelah pemotretan.Dengan kamera seperti itu, tugas
seorang pemotret tinggal membidik obyek dan jepret selesai. Tapi mengapa foto
yang dihasilkan para pemula ini umumnya lebih banyak jeleknya dari pada
bagusnya?
Bagi pemotret yang profesional, memotret lebih diartikan
sebagai “membuat” daripada ‘mengambil”
foto.Para pemotret profesional ini telah memiliki “foto hasilnya” sebelum
memotret. Di kepala mereka sudah ada konsep total, sedangkan proses memotret
hanyalah “sentuhan akhir saja”
Keahlian yang dimiliki para profesional sudah tentu diawali
dengan proses belajar yang panjang, dengan pengorbanan energi dan biaya yang
tidak sedikit. Berapa puluh bahkan ratus rol film yang dihasilkan selama proses
belajar tersebut, baik yang gagal maupun berhasil, menjadi saksi betapa
ketrampilan dan keahlian seorang fotografer profesional memang tidak diperoleh
dengan cara mudah.
Para pemula yang baru
belajar fotografi , dapat mulai menanyakan kepada diri sendiri ketika hendak menjepretkan
tombol rana :
- Mengapa saya mengambil foto ini?
- Apa yang paling menarik dari obyek ini?
- Apa arti tempat ini bagi saya ?
- Apa yang menyebabkan saya memilih tempat ini untuk memotret?
- Benarkah pemandangan ini lebih indah daripada tempat lainnya?
Pertanyaan-pertanyaan di atas bisa berkembang terus
bergantung obyek, tujuan pemotretan serta situasinya, yang pasti, dalam
memotret kita “menterjemahkan” suatu keadaan atau suatu adegan sebuah gambar
yang tidak bergerak. Adegan asli mempunyai cerita karena gerakannya, sedangkan
foto kita yang tidak bergerak harus mempunyai esensi adegan asli walau ia diam.
Selain itu, adegan asli adalah tiga dimensi,sedangkan foto
kita hanya adegan dua dimensi, dan itu pun sangat terbatas pada selembar kertas
foto saja.
2. Dari Tiga Dimensi
ke Dua Dimensi
Karena kita melihat dengan dua mata, bayangan yang kita dapatkan
setelah diolah otak adalah bayangan tiga dimensi . Ada kesan ruang, ada kesan
“kedalaman”, serta jelas batasan benda yang dekat dengan benda yang jauh.
Sedangkan foto hanya mempunyaai dua dimensi.Ia hanya kenal
panjang dan lebar.Kesan “kedalaman” foto didapat dari logika kita yang dibantu
dengan kemampuan sang fotografer menceritakan hal itu. Kesan ruang akan
terbentuk dari perspektif yang dipilih pemotretnya. Selain itu, suatu adegan
yang tampak indah di mata belum tentu akan tampak indah di dalam foto.
Disamping masalah penerjemahan suasana tiga dimensi, ada
masalah utama dalam fotografi yaitu, memilih bagian mana yang akan ditonjolkan
pada foto, dan seberapa besar bagian utama yang akan ditonjolkan itu harus direkam.Di
sini perlu diingat, bahwa apa yang dilihat mata sangatlah berbeda dengan apa
yang direkam kamera serta foto jadinya nanti. Mata bisa memilih dan hanya
melihat sesuatu dengan jelas walaupun objek jauh, tapi kamera tidak.Karena
merekam semuanya yang ada di depannya tanpa memilih-milih lagi.Ada satu cara
sederhana untuk melatih penglihatan mata kita terhadap obyek yang akan kita
foto. Yaitu dengan membuat bingkai jari tangan kita kemudian kita “letakkan” di
depan mata kita, dengan mendekatkan bingkai jari itu ke dekat mata, kita seakan
melihat obyek dengan lensa sudut lebar, namun kalau”bingkai” jauh dari mata
seakan kita memakai lensa tele yang mempunyai cakupan pandang sangat sempit.
3. Mengenal Komponen
Dasar Kamera Manual (SLR=Single Lens Reflect)
3.1. Pengaturan
Diafragma
Diafragma merupakan
salah satu komponen dalam kamera manual yang fungsinya sebagai pengatur besar
kecilnya bukaan lensa.Dalam kamera manual fungsi diafragma terletak pada gelang
pengatur yang melingkar pada lensa.
Simbol yang dipakai adalah huruf f.
Kalau kita perhatikaan di seputar gelang tersebut tertera
angka dari :
1,4 2 2,8 4 5,6 8 11 16 22
Angka tersebut
sebenarnya merupakan angka pecahan yang menggambarkan perbandingan antara besar
kecilnya intensitas cahaya di luar kamera dengan intensitas cahaya yang ada di
dalam lensa.Dengan demikian, misalnya f/1 sebagai bukaan yang paling besar dari
sebuah lensa , itu artinya intensitas cahaya di luar dan di dalam lensa adalah
sama.
Angka 1,4 adalah
hasil perkalian dari 2. Kita ambil
f/1 tadi sebagai bukaan yang paling besar dari sebuah lensa maka
bukaan-bukaan selanjutnya merupakan separuh dari kekuatan sebelumnya.Diperoleh
1/1,4=1,4 lalu 1,4x1,4=1,96 yang kemudian dibulatkan menjadi f/2 dan
selanjutnya secara berturut-turut diperoleh f/2,8 –4-5,6 –8 –11 dst. Karena
setiap stop selisihnya separuh atau setengahnya dari angka kiri kanannya, maka
dengan mudah dapat kita temukan bahwa pada f/4 cahaya yang masuk adalah
1/2x1/2x1/2x1/2=1/16 dan pada f/8 adalah 1/2x1/2x1/2x1/2x1/2x1/2=1/64
Karena angka-angka yang tertera dalam gelang diafragma tersebut
sebenarnya adalah angka pecahaan maka, Angka yang kecil menunjukkan bukaan
diaafragma terbesar, sedang angka yang besar menunjukkan bukaan diafragma yang
kecil.
3.2. Selektor Kecepatan (Shutter speed dial/ring)
Di samping engkol
pengokang film kamera kita terdapat komponen yang disebut Selektor Kecepatan.
Fungsinya mengatur cepat lambatnya rana terbuka sehingga dapat meloloskan
seberkas cahaya yang pas dengan kebutuhan kondisi pada waktu itu. Kalau kita
lihat selektor tersebut tertera angka:
B 1 2 4 8 15 30 60 125 500 1000 2000
Angka tersebut juga menggambarkan pecahan dalam skala detik,
demikian misalkan, speed dipilih angka 1/60 maka kecepatan membuka rana adalah
1/60 detik. Sedangkan huruf B di depan angka 1 itu adalah tanda bahwa rana akan
terbuka terus selama tombol pelepas rana masih kita tekan, atau fungsi membuka
rana sesuai dengan waktu yang kita butuhkan. Fungsi selektor kecepatan B ini
dipakai misalnya kita hendak memotret obyek berupa lampu reklame di malam hari
atau suasana malam.
Pemilihan angka kecapatan membuka rana ini bergantung pada situasi/kondisi
obyek yang hendak kita foto. Untuk menangkap/membekukan obyek yang bergerak
semisal mobil atau motor yang sedang melaju maka kita memilih kecepatan tinggi
katakankah 500 ke atas. Sebaliknya , bila hendak menghasilkan efek benda
bergerak, maka kita pilih speed lambat pada waktu kita membidik obyek yang
sedang melaju tersebut. Kecepatan bisa dipilih mulai 30 ke bawah.Dengan
pemilihan speed lambat maka ketika fokus kita arahkan pada obyek yang bergerak
maka background yang tampak pada foto akan terlihat jelas sementara obyeknya
tampak blur/gerak.Tentu saja pemilihan kecepatan ini disesuaikan dengan besar
kecilnya diafragma yang kita pilih juga, agar pembakaran film pada pemotretan
tepat.
3.3. Selektor
ASA/kepekaan film
Selektor ASA berada di “dalam” selektor kecepatan tadi.
Kalau kita lihat kamera kita dari sisi atas, maka di dalam bulatan selektor
speed di tengahnya nampak jendela kecil yang tertera angka :
25, 50, 100, 200, 400, 800, 1600
Angka – angka tersebut menandakaan berapa kepekaan terhadap
cahaya pada film yang sedang kita pakai. Semakin besar angkanya maka semakin
peka film tersebut terhadap cahaya. Film-film yang umumnya kita lihat di
pasaran berkisar pada ASA 100,200,400.
Pada bagian TEORI PENCAHAYAAN nanti akan kita pelajari
bagaimana mengombinasikan ketiga unsur penting pemotretan yakni ASA, kecepatan,
dan diafragma.
Sumber : Tri Nugroho Adi S.Sos.,M.Si. JURUSAN ILMU KOMUNIKASI - UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO
Posting Komentar